Tujuan
Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan suatu wujud demokrasi
yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah untuk mengurus sendiri
rumah tanggannya dengan tetap berpegang kepada peraturan perundangan yang
berlaku. Otonomi dijadikan sebagai pembatas besar dan luasnya daerah otonom dan
hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari daerah
otonom menjadi Negara dalam Negara. Daerah otonom adalah batas wilayah tertentu
yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada dua tujuan yang ingn dicapai melalui
kebijakan desentralisasi yaitu tujuan politik dan tujuan administratif. Tujuan Politik akan memposisikan Pemda sebagai medium
pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat local dan secara nasional unutk mempercepat
terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan administrative akan memposisikan
Pemda sebagai unit pemerinthan di tingkat local yang berfungsi untuk
menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif dan ekonomis.
Pelayanan yang disediakan Pemda kepada
masyarakat ada yang bersifat regulative(pengaturan) seperti mewajibkan penduduk
untuk mempunyai KTP, KK. IMB, dsb. Sedangkan bentuk pelayanan lainnya adalah
yang bersifat penyediaan public goods yaitu
barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti jalan, pasar, rumaha
sakit, terminal dsb. Apapun barang dan regulasi yang disediakan oleh Pemda
haruslah menjawab kebutuhan riil warganya. Tanpa itu, pemda akan kesulitan
dalam memberikan akuntabilitas atas legitimasi yang telah diberikan kepada pemda
untuk mengatur dan mengurus masyarakat.
Misi keberadaan Pemda adalah begaimana
mensejahterahkan masyarakat melalui penyediaan pelayanan public secara efektif,
efisien, dan ekonomis serta melalui cara-cara yang demokratis. Demokrasi pada
pemda berimplikasi bahwa pemda dijalankan oleh masyarakat sendiri melalui
wakil-wakil rakyat yang dipilih secara demokratis dan dalam menjalankan misinya
mensejahterahkan rakyat, wakil-wakil rakyat tersebut akan selalu menyerap,
mengartikulasikan serta meng-agregasikan aspirasi rakyat tersebut kedalam
kebijakan-kebijakan public tingkat local. Namun, kebijakan public di tingkat
local tidak boleh bertentangan dengan kebijakan public nasional dan
diselenggarakan dalam koridor-koridor norma, nilai dan hukum positif yang berlaku
pada Negara dan bangsa tersebut.
Pengertian dan Asas-Asas Pemerintahan Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintahan pusat di jalankan oleh presiden, seperti yang di atur dalam pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ”presiden republik Indonesia memegag kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden di Bantu oleh wakil presiden, menteri-menteri, dan kepala lembaga pemerintahan nondepartemen. Kesemua tingkatan tersebut kemudian di sebut pemerintah pusat atau pemerintah.
Kelembagaan Pemerintah Daerah merupakan elemen
dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di suatu daerah, selain elemen
urusan pemerintahan dan kapasitas aparatur pemerintah daerah itu sendiri.
Pengaturan terhadap kelembagaan atau sering disebut dengan Organisasi Perangkat
Daerah (OPD), telah
diatur dan ditetapkan berdasarkan PP No. 84 Tahun 2000, yang diganti dengan PP
No. 8 Tahun 2003, dan kemudian direvisi menjadi PP No. 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Dalam PP No. 41 Tahun 2007 tersebut, disebutkan bahwa
pelaksanaan peraturan perundangan ini diharapkan dapat selesai dalam waktu 1
tahun sejak ditetapkan. Akhir tahun 2008 merupakan batas waktu bagi pemerintah
daerah untuk menetapkan Peraturan Daerah mengenai Organisasi Perangkat Daerah
berdasarkan PP No. 41 Tahun Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut :
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
NegaraKesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang
telah dikemukakan diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah
disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas desentralisasi dan unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah
Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri
dari:
Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan
koordinasi, diwadahi dalam Sekretariat;
Unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk
Inspektorat;
Unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan;
Unsur pendukung tugas Kepala daerah dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi
dalam Lembaga Teknis Daerah; serta
unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.
Asas-asas untuk menyelenggarakan pemerintahan
daerah, pada dasarnya ada 4 yaitu :
Sentralisasi, yaitu sistem
pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.
Desentralisasi , yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Tugas Pembantuan, yaitu penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah propinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Sentralisasi
Menurut J. In het Veld, kelebihan sentralisasi
adalah
menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga atau
masyarakat.
dapat mencegah nafsu memisahkan diri dari negara
dan dapat meningkatkan rasa persatuan.
meningkatkan rasa persamaan dalam
perundang-undangan, pemerintahan dan pengadilan sepanjang meliputi kepentingan
seluruh wilayah dan bersifat serupa.
terdapat hasrat lebih mengutamakan umum daripada
kepentingan daerah, golongan atau perorangan, masalah keperluan umum menjadi
beban merata dari seluruh pihak.
tenaga yang lemah dapat dihimpun menjadi suatu
kekuatan yang besar.
meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam
penyelenggaraan pemerintahan meskipun hal tersebut belum merupakan suatu
kepastian
tenaga yang lemah dapat dihimpun menjadi suatu
kekuatan yang besar.
meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam
penyelenggaraan pemerintahan meskipun hal tersebut belum merupakan suatu
kepastian
Ada beberapa alasan perlunya pemerintah pusat
mendesentralisasikan kekuasaan kepada pemerintah daerah, yaitu :
Segi Politik, desentralisasi
dimaksudkan untuk mengikutsertakan warga dalam proses kebijakan, baik untuk
kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung politik dan
kebijakan nasional melalui pembangunan proses demokrasi di lapisan bawah.
Segi manajemen Pemerintahan, desentralisasi dapat
meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas publik terutama dalam
penyediaan pelayanan publik.
Segi kultural, desentralisasi untuk
memperhatikan kekhususan, keistimewaan suatu daerah, seperti geografis, kondisi
penduduk, perekonomian, kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
Segi kepentingan Pemerintah Pusat, desentralisasi dapat
mengatasi kelemahan pemerintah pusat dalam mengawasi program-programnya.
Segi Percepatan Pembangunan, desentralisasi dapat
meningkatkan persaingan positif antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sehingga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
didasarkan pada :
dilihat dari sudut politik, desentralisasi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang apda akhirnya dapat
menimbulkan tirani.
penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai pendemokrasian,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi.
dari sudut teknis organisatoris pemerintahan, desentralisasi
adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang efesien.
Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi
Kelebihan desentralisasi :
1.
Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat
pemerintahan.
2.
Dalam menghadapi masalah yang mendesak yang
membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu
menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
3.
Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk
karena setiap kebutusan dapat segera
dilaksanakan.
4.
Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari
pemerintah pusat.
5.
Dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena
sifatnya lebih langsung.
Kelemahan desentralisasi :
1.
Karena besarnya organ-organ pemerintah, maka
struktur pemerintahan bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi.
2.
Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam
kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu.
3.
Dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah.
4.
Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang
lama.
5.
Diperlukan biaya yang lebih banyak.
Konsep desentralisasi mengandung beberapa
kebaikan, yaitu :
Memberikan penilaian yang
tepat terhadap daerah dan penduduk yang beraneka ragam.
meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat tidak
mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan setempat dan
tidak mungkin dapat mengetahui bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut
sebaik-baiknya.
dapat dihindarkan adanya beban yang melampaui batas dari perangkat
pusat oleh sebab tunggakan kerja.
Unsur individu atau
daerah lebih menonjol karena dalam ruang lingkup yang sempit seseorang dapat
lebih mempergunakan pengaruhnya daripada dalam masyarakat yang lebih luas.
masyarakat setempat dapat kesempatan ikut serta dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga ia tidak akan merasa sebagai obyek saja.
Meningkatkan turut
sertanya masyarakat setempat dalam melakukan kontrol terhadap segala tindakan
dan tingkah laku pemerintah.
Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian
wewenang pejabat tingkat pusat kepada pejabat di wilayah negara. Oleh karena
itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang merupakan wilayah kerja pejabat yang
menerima sebagian wewenang dari pejabat pusat. Wilayah kerja pejabat untuk
pejabat pusat yang berada di daerah disebut wilayah administrasi. Wilayah
administrasi adalah wilayah kerja pejabat pusat yang menyelenggarakan kebijakan
administrasi di daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat. Wilayah
administrasi terbentuk akibat diterapkannya asas dekonsentrasi
Pejabat pusat akan membuat kantor-kantor beserta kelengkapannya di
wilayah administrasi yang merupakan cabang dari kantor pusat. Kantor-kantor
cabang yang berada diwilayah administrasi inilah yang disebut dengan instansi
vertikal. Disebut vertikal karena berada di bawah kontrol langsung kantor
pusat. Jadi, instansi vertikal adalah lembaga pemerintah yang merupakan
cabang dari kementrian pusat yang berada di wilayah administrasi sebagai
kepanjangan tangan dari departemen pusat.
Kelebihan dekonsentrasi adalah sebagai
berikut :
Secara politis,
eksistensi dekonsentrasi akan dapat mengurangi keluhan-keluhan daerah,
protes-protes daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
secara ekonomis, aparat dekonsentrasi dapat membantu pemerintah
dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan melalui aliran informasi yang
intensif yang disampaikan dari daerah ke pusat. Mereka dapat diharapkan
melindungi rakyat daerah dari eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh sekelompok
orang yang memanfaatkan ketidakacuhan masyarakat akan ketidakmampuan masyarakat
menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi modern.
dekonsentrasi memungkinkan terjadinya kontak secara langsung
antara pemerintah dengan yang diperintah/rakyat kehadiran perangkat
dekonsentrasi di daerah dapat mengamankan pelaksanaan kebijakan pemerintah
pusat atau kebijakan nasional di bidang politik, ekonomi, dan administrasi
dapat menjadi alat yang efektif untuk menjamin persatuan dan
kesatuan nasional.
Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan dalam bahasa Belanda disebut
medebewind. Tugas pembantuan dapat diartikan sebagai pemberian kemungkinan
kepada pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang tingkatannya lebih atas untuk
dimintai bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya
lebih rendah di dalam menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-kepentingan
yang termasuk urusan rumah tangga daerah yang dimintai bantuan tersebut
Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah :
untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan
pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat.
bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian
permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai
dengan potensi dan karakteristiknya
Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan
kepada daerah dan desa, yaitu:
·
adanya peraturan perundang-undangan yang membuka
peluang dilakukannya pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah
dan desa dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945 sampai pada
UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004).
·
adanya political will atau
kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada seluruh
lapisan masyarkat dengan prinsip lebih murah, lebih cepat, lebih mudah dan
lebih akurat.
·
adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara
lebih ekonomis, lebih efesien dan efektif, lebih transparan dan akuntabel.
·
kemajuan negara secara keseluruhan akan sangat
ditentukan oleh kemajuan daerah dan desa yang ada di dalam wilayahnya.
·
citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh
masyarakat melalui maju atau mundurnya suatu desa atau daerah. Citra inilah
yang akan memperkuat atau memperlemah dukungan masyarakat terhadap pemerintah
yang sedang berkuasa
·
dasar pertimbangan pelaksanaan asas tugas
pembantuan antara lain :
·
keterbatasan kemampuan pemerintah dan atau
pemerintah daerah.
·
sifat sesuatu urusan yang sulit dilaksanakan
dengan baik tanpa mengikutsertakan pemerintah daerah.
·
perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga
sesuatu urusan pemerintahan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila
ditugaskan kepada pemerintah daerah.
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa
Orde Baru
Sejak
tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional
yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk
mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan
Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya,
dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi
dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh
pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang
sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas
administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang
No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah
yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi,
penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada
Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi,
pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi
Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskannya.
Dalam
kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II
(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)
orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam
Negeri, untuk
masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya, dengan
hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang
berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu
olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta
mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan
dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi
masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan
pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan), dan kewajiban seperti a) mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan
melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk
kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah
atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat
kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari
dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5
Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi
adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan
maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol
dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang
relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi
Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia
pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan
bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang
lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim
Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan
dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
1.
Melakukan pembagian
kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah
pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2.
Pembentukan negara
federal; atau
3.
Membuat pemerintah
provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar
hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974,
yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat
berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1.
Dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi
daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2.
Prinsip yang
menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas
dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi
yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu,
otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga
memperhatikan keanekaragaman daerah.
3.
Beberapa hal yang
sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa
dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan
Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi
daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan
masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat
II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4.
Sistem otonomi yang
dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata
dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang
politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan
bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan
menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5.
Daerah otonom
mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah
Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan
sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja
Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan
kepadanya.
6.
Kabupaten dan Kota
sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini,
kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah
administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas
tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan
desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya
diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang
ditetapkan oleh pemerintah.
7.
Wilayah Propinsi
meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal
pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut
sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8.
Pemerintah Daerah
terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur
pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi
daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur
selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9.
Peraturan Daerah
ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang
ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas
daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat
dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi
lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala
daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan
oleh DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan,
pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar,
prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas,
sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi
adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian
kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola
kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan,
pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan
tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum
mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat
dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern
oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau
dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup
pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah,
Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani
perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan
dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu
sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu
Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD,
dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban
Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
No comments:
Post a Comment